momoclover

Wednesday 20 April 2016

Hama Dan Penyakit Yang Mengganggu Tanaman Bayam


 Image result for penyakit bayam  
     Menurut Wikipedia.org Hama dan penyakit tanaman adalah organisme yang mengganggu tanaman budidaya sehingga pertumbuhan dan perkembangan tanaman budidaya terhambat.[1] Pertumbuhan dan perkembangan tanaman mulai dari benih, pembibitan, pemanenan hingga proses penyimpanan di gudang tidak pernah luput gangguan hama, patogen, gulma ataupun faktor-faktor lain yang mengganggu tanaman tersebut.[2] Seorang peneliti dari India pernah menyatakan bahwa akibat dari kerugian tanaman akibat gulma sebanyak 33%, akibat patogen 26%, hama 26% dan kerusakan penyimpanan sekitar 7%. 
Kali ini saya akan memberi contoh jenis hama dan penyakit yang sering terjadi pada tanaman bayam, let's check it out....

HAMA

1. Serangga ulat daun (Spodoptera Plusia Hymenia)
Image result for ulat daun 
Gejala : daun berlubang - lubang.
Pengendalian : pestisida / cukup dengan menggoyangkan tanaman atau dengan mengambil ulat tersebut dan memusnahkannya.

2. Serangga kutu daun (Myzus persicae Thrips sp.)
Image result for kutu daun
Gejala : daun rusak, berlubang dan layu.
Pengendalian : disemprot menggunakan pestisida / cukup dengan menggoyangkan tanaman.

3. Serangga tungau (Polyphagotarsonemus latus)
Image result for tungau tanaman
Gejala : daun rusak, berlubang dan layu.
Pengendalian : pestisida / cukup dengan menggoyangkan tanaman.

4. Serangga lalat (Liriomyza sp.)
Image result for Liriomyza sp
Gejala : daun rusak, berlubang dan layu.
Pengendalian : pestisida / cukup dengan menggoyangkan tanaman.


PENYAKIT
1. Rebah kecambah
Image result for penyakit rebah kecambah
Penyebab : cendawan Phytium sp.
Gejala : menginfeksi batang daun maupun batang daun.
Pengendalian : Fungisida

2. Busuk basah
Penyebab : cendawan Rhizoctonia sp.
Gejala: adanya bercak - bercak putih.
Pengendalian : Fungisida

3. Karat putih
Image result for penyakit karat putih
Penyebab : cendawan Choanephora sp.
Gejala : menginfeksi batang daun dan daunnya.
Pengendalian : Fungisida

Monday 18 April 2016

KLASIFIKASI ILMIAH TIKUS SAWAH

 Image result for tikus
Kerajaan:    Animalia
Filum:    Chordata
Kelas:    Mammalia
Ordo:    Rodentia
Famili:    Muridae
Upafamili:    Murinae
Genus:    Rattus
Spesies:    R. argentiventer
     Hewan ini adalah jenis hama pengganggu pertanian tanaman utama dan sulit dikendalikan karena ia mampu "belajar" dari tindakan-tindakan yang telah dilakukan sebelumnya. Hewan ini diketahui cerdas dan sering digunakan dalam penelitian perilaku hewan. Pengendalian biasanya dengan pemberian umpan beracun atau pengasapan yang dikombinasi dengan "penggeropyokan". Cara yang dianggap alami adalah dengan menggunakan burung hantu atau ular sawah, namun biasanya dianggap kurang efektif.
 
Pendahuluan
     Tikus sawah (Rattus argentiventer) merupakan hama padi utama di Indonesia, kerusakan yang ditimbulkan cukup luas dan hampir terjadi setiap musim. Tikus menyerang semua stadium tanaman padi, baik vegetatif maupun generatif, sehingga menyebabkan kerugian ekonomis yang berarti. Secara umum, di Indonesia tercatat tidak kurang dari 150 jenis tikus, sekitar 50 jenis di antaranya termasuk genera Bandicota, Rattus, dan Mus. Enam jenis tikus lebih banyak dikenal karena merugikan manusia di luar rumah, yaitu: tikus sawah (R. argentiventer), tikus wirok (B. indica), tikus hutan/belukar (R. tiomanicus), tikus semak/padang (R. exulans), mencit sawah (Mus caroli), dan tikus riul (R. norvegicus). Tiga jenis lainnya diketahui menjadi hama di dalam rumah, yaitu tikus rumah (R. rattus diardi), mencit rumah (M. musculus dan M. cervicolor). Di Indonesia, kehilangan hasil akibat serangan tikus sawah diperkirakan dapat mencapai 200.000 – 300.000 ton per tahun. Usaha pengendalian yang intensif sering terlambat, karena baru dilaksanakan setelah terjadi kerusakan yang luas dan berat. Oleh karena itu, usaha pengendalian tikus perlu memperhatikan perilaku dan habitatnya, sehingga dapat mencapai sasaran. Tinggi rendahnya tingkat kerusakan tergantung pada stadium tanaman dan tinggi rendahnya populasi tikus yang ada.
 
Morfologi
     Tikus sawah mirip dengan tikus rumah, tetapi telinga dan ekornya lebih pendek. Ekor biasanya lebih pendek daripada panjang kepala-badan,  1,3%, telinga lebih pendek daripada telinga tikusdengan rasio 96,4  rumah. Panjang kepala-badan 170-208 mm dan tungkai belakang 34-43 mm.Tubuh bagian atas berwarna coklat kekuningan dengan bercak hitam pada rambut, sehingga berkesan berwarna abu-abu. Daerah tenggorokan, perut berwarna putih dan sisanya putih kelabu. Tikus betina mempunyai 12 puting susu.
 
Habitat dan perilaku
     Tikus sawah sebagian besar tinggal di persawahan dan lingkungan sekitar sawah. Daya adaptasi tinggi, sehingga mudah tersebar di dataran rendah dan dataran tinggi. Mereka suka menggali liang untuk berlindung dan berkembangbiak, membuat terowongan atau jalur sepanjang pematang dan tanggul irigasi. Tikus sawah termasuk omnivora (pemakan segala jenis makanan). Apabila makanan berlimpah mereka cenderung memilih yang paling disukai, yaitu biji-bijian/padi yang tersedia di sawah. Pada kondisi bera, tikus sering berada di pemukiman, mereka menyerang semua stadium tanaman padi, sejak pesemaian sampai panen. Tingkat kerusakan yang diakibatkan bervariasi tergantung stadium tanaman.

Perkembangan

     Jumlah anak tikus per induk beragam antara 6-18 ekor, dengan rata-rata 10,8 ekor pada musim kemarau dan 10,7 ekor pada musim hujan, untuk peranakan pertama. Peranakan ke 2-6 adalah 6-8 ekor, dengan rata-rata 7 ekor. Peranakan ke 7 dan seterusnya, jumlah anak menurun mencapai 2-6 ekor, dengan rata-rata 4 ekor. Interval antar peranakan adalah 30-50 hari dalam kondisi normal.
Pada satu musim tanam, tikus betina dapat melahirkan 2-3 kali, sehingga satu induk mampu menghasilkan sampai 100 ekor tikus, sehingga populasi akan bertambah cepat meningkatnya. Tikus betina terjadi cepat, yaitu pada umur 40 hari sudah siap kawin dan dapat bunting. Masa kehamilan mencapai 19-23 hari, dengan rata-rata 21 hari. Tikus jantan lebih lambat menjadi dewasa daripada betinanya, yaitu pada umur 60 hari. Lama hidup tikus sekitar 8 bulan. Sarang tikus pada pertanaman padi masa vegetatif cenderung pendek dan dangkal, sedangkan pada masa generatif lebih dalam, bercabang, dan luas karena mereka sudah mulai bunting dan akan melahirkan anak. Selama awal musim perkembangbiakan, tikus hidup masih soliter, yaitu satu jantan dan satu betina, tetapi pada musim kopulasi banyak dijumpai beberapa pasangan dalam satu liang/sarang. Dengan menggunakan Radio Tracking System, pada fase vegetatif dan awal generatif tanaman, tikus bergerak mencapai 100-200 m dari sarang, sedangkan pada fase generatif tikus bergerak lebih pendek dan sempit, yaitu 50-125 m dari sarang.

Pengendalian
     Tikus sawah sampai saat ini masih menjadi hama penting pada tanaman padi di Indonesia. Sebaran populasinya cukup luas dari dataran rendah sampai pegunungan, dari areal sawah sampai di gudang/perumahan. Kerusakan padi akibat serangan tikus yang mencapai ribuan hektar dilaporkan pertama kali pada tahun 1915 di Cirebon, Jawa Barat, selanjutnya tiap tahun terjadi peningkatan kerusakan tanaman padi dengan intensitas serangan sebesar 35%. Pengendalian yang sesuai untuk saat sekarang adalah pengendalian hama tikus terpadu, dengan komponen pengendalian kultur teknis, hayati, mekanis, dan kimiawi.
1.    Kultur teknik
      Tanam serempak. Penanaman serempak tidak harus bersamaan waktunya, jarak antara tanam awal dan akhir maksimal 10 hari. Dengan demikian diharapkan pada hamparan awah yang luas kondisi pertumbuhan tanaman relatif seragam. Apabila varietas yang ditanam petani berbeda, maka varietas padi yang berumur panjang sebaiknya ditanam lebih dahulu, sehingga minimal dapat mencapai panen yang serempak. Apabila penanaman serempak, maka puncak populasi tikus yang padat menjadi singkat, yaitu ketika masa generatif dan pakan tersedia, pada saat itu tikus sudah menempati areal persawahan. Padat populasi mulai turun pada 6-7 minggu setelah panen, tikus mulai meninggalkan sawah dan kembali ke tempat persembunyiannya. Kondisi ini tidak menguntungkan bagi perkembangan tikus, dan sangat berlainan apabila penanaman padi tidak serempak yang memberi peluang tikus untuk lama tinggal di persawahan karena pakan tersedia Meminimalkan tempat persembunyian/tempat tinggal. Ukuran pematang sebaiknya mempunyai ketinggian sekitar 15 cm dan lebar 20 cm, pematang seperti ini tidak mendukung tikus dalam membuat sarang di sawah, sebab kurang lebar dan kurang tinggi bagi mereka, sehingga tidak nyaman. Mereka memerlukan paling tidak tinggi dan lebar pematang sekitar 30 cm. Lahan yang dibiarkan tidak diolah juga menjadi sarang yang nyaman bagi tikus untuk sembunyi. Oleh karena itu pengolahan tanah akan mempersempit peluang menjadi tempat persembunyian mereka. Kebersihan sawah dan lingkungan sekitar sawah penting untuk diperhatikan, agar tikus tidak bersarang disana. Rumput, perdu, maupun belukar di sekitar sawah atau sungai dekat sawah perlu dibersihkan untuk mencegah digunakan sebagai tempat berlindung tikus sebelum melakukan invasi di sawah. Menjelang panen, populasi tikus meningkat dan mereka bersembunyi di sekitar sawah, maka tanah yang tidak ditanami akan tidak disukai mereka apabila di genangi air.
2. Hayati
     Pemanfaatan musuh alami tikus diharapkan dapat mengurangi populasi tikus. Ular sawah sebenarnya menjadi pemangsa tikus yang handal, hanya sekarang populasinya di alam turun drastis karena ditangkap dan mungkin lingkungan tidak cocok lagi. Burung hantu (Tito alba) kini mulai diberdayakan di beberapa daerah untuk ikut menanggulangi hama tikus. Musang sawah juga memangsa tikus, namun sekarang sangat sedikit populasinya dan sulit dijumpai di sawah.
3. Mekanis
     Pagar plastik dan perangkap sistem bubu. Pesemaian merupakan awal tersedianya pakan tikus di lahan sawah, sehingga menarik tikus untuk dating. Pemasangan pagar plastik yang dikombinasikan dengan perangkap tikus dari bubu dianggap merupakan tindakan dini menanggulangi tikus sebelum populasinya meningkat. Cara ini akan lebih efektif apabila petani membuat pesemaian secara berkelompok dalam beberapa tempat saja, sehingga jumlah perangkap dan plastik sedikit.
      Pemasangan perangkap diletakkan pada sudut pagar plastik, pada sudut tersebut plastik dilubangi sebesar ukuran lubang pintu perangkap. Sekitar perangkap diberi rumput untuk mengelabuhi tikus, sehingga mereka tidak menyadari kalau sudah masuk perangkap. Pagar plastik menggunakan plastik dengan lebar 50-75 cm dan panjang secukupnya. Penggunaan pagar plastik tidak hanya untuk pesemaian, tetapi dapat juga untuk lahan sawah dengan tujuan melokalisir tempat masuknya tikus, yaitu mengarahkan ke lubang perangkap.
     Gropyokan. Cara ini banyak dilaksanakan di pedesaan, dengan memburu tikus di sawah. Seringkali dilibatkan anjing pelacak tikus dan jarring perangkap. Hasil gropyokan dapat dalam jumlah banyak tangkapan, apabila menyertakan banyak petani secara serempak di areal luas. Kegiatan ini memerlukan koordinasi antar petani pemilik lahan, karena tikus yang digropyok sering lari melintas batas lahan pemilik sawah.

4.Kimiawi
     Umpan beracun. Cara pengendalian kimiawi dilakukan dengan menggunakan rodentisida, misalnya Ramortal, Dora, Klerat, Racumin, belerang, dan lainnya. Rodentisida yang dianjurkan sekarang adalah golongan anti koagulan yang bekerja lambat (tikus mati 2-14 hari setelah makan umpan beracun). Umumnya pelaksanaan pengendalian ini dengan memberikan umpan beracun kepada tikus. Namun sebelum dipasang umpan, perlu pemantauan tikus apakah populasinya tinggi atau belum. Tiap petakan sawah diberi sekitar 10 umpan, biasanya disediakan dulu umpan yang tidak beracun guna mengelabuhi tikus untuk tetap memakan umpan. Baru setelah beberapa lama, umpan beracun dipasang di sawah. Fumigasi liang. Tindakan ini manjur dilakukan saat padi pada stadium awal keluar malai dan pemasakan, karena merupakan stadium perkembangan optimal tikus, yaitu induk dan anaknya berada dalam liang. Pengemposan sarang perlu diperhatikan ukuran lubang dan diusahakan agar tidak terjadi kebocoran dan asap maksimal mencapai sasaran. Pengemposan dapat dilanjutkan dengan pembongkaran sarang tikus, untuk memaksimalkan hasil pengendalian.

Wednesday 13 April 2016

BAB II ANALISA USAHA

2.1 Jenis Usaha
Jenis usaha yang didirikan merupakan jenis usaha barang yaitu cabai.
2.2    Kebutuhan Produksi
a.    Alat
2.3    Proses Produksi
2.3.1    Sanitasi Lahan
Sanitasi lahan dilakukan dengan cara mencangkuli dan membersihkan lahan yang akan ditanami cabai dari gulma dan sisa-sisa tanaman yang ada disekitar lahan.

2.3.2    Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah bertujuan untuk memperbaiki kondisi tanah agar menjadi lebih gembur, sehingga pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman menjadi lebih maksimal. Pengolahan tanah dilakukan dengan cara mentraktor dan mencangkuli lahan yang akan ditanami cabe hingga menjadi gembur. Kemudian lahan yang telah gembur ditambahkan pupuk kandang sebagai pupuk dasar, dengan dosis 10 ton/ha. Apabila pH tanah rendah (4-5), maka harus ditambahkan kapur dolomit sebagai penyeimbang pH tanah.

2.3.3    Pembentukan Bedengan
Setelah melakukan kegiatan pengolahan tanah dan pemberian pupuk dasar, langkah selanjutya yaitu proses pembentukan bedengan. Bedengan dibuat dengan bentuk persegi panjang dengan panjang bedengan 8 meter, lebar bedengan 1,2 meter, jarak antar bedengan 50 cm serta tinggi bedengan 30 cm.

2.3.4    Pembibitan
Pada saat pembibitan, hal pertama yang harus dilakukan adalah melakukan pemeraman pada benih cabe. Pemeraman benih cabe dapat dilakukan dengan cara menyemai benih cabe pada kertas tissue yang dialasi tray kemudian ditutup lagi dengan kertas stensil basah hingga benih berkecambah sekitar umur 3 hari setelah semai. Benih cabe yang telah berkecambah kemudian dipindahkan ke dalam babybag yang telah disediakan.


2.3.5    Penanaman
Sebelum melakukan penanaman, langkah awal yaitu membuat jarak tanam pada pcnanaman cabe. Jarak tanam yang dipakai adalah double row (dua baris tanaman) per bedengan dengan jarak 60 cm antar barisan dan 50 cm antar tanaman dalam barisan. Kemudian membuat lubang tanam sesuai jarak tanam yang telah ditentukan dengan kedalaman lubang tanam sekitar 10 – 15 cm. Penanaman dilakukan pada bibit yang sudah berumur 4-5 minggu atau mempunyai daun 3-5 helai. Penanaman dilakukan melalui proses transplanting dari media pembibitan dengan cara menyobek babybag plastik kemudian membenamkan bibit pada batas pangkal batang dan ditimbun dengan tanah di sekitarnya. Pemindahan bibit ini harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak merusak perakaran.

2.3.6    Pemupukan
Pupuk susulan terdiri dari pupuk urea 200 kg/ha, Sp36 150kg/ha dan KCl 250 kg/ha, diberikan 3 kali pada umur 3, 6 dan 9 minggu setelah tanammasing-masing 1/3 dosis, dengan cara disebarkan disekitar lubang tanam kemudian ditutup dengan tanah.

2.3.7    Penyulaman
Penyulaman dilakukan pada tanaman yang tidak sehat pertumbuhannya atau tanaman yang mati dengan bibit yang baru yang kira-kira umurnya sama. Penyulaman dilakukan pada umur satu minggu setelah tanam.

2.3.8    Pengairan
Pengairan dilakukan dengan system furrow yaitu dengan mengairi parit selama 2-8 jam saat tanaman berumur 10 hari atau disesuaikan dengan kelembaban tanah.

2.3.9    Pengajiran
Dilakukan pada saat tanaman berumur 7 hari setelah tanam. Ajir berukuran 2 × 100 cm, ditancapkan 10 cm dari pohon, ditanamkan ke dalam tanah sedalam 20-30 cm. Pengikatan tanaman pada ajir dilakukan pada tanaman ketika berumur 15 hari setelah tanam dengan raffia.

2.3.10    Pewiwilan
Semua tunas air pada cabang pertama diwiwil. Bunga I dan II pada cabang pertama diwiwil, bunga dan cabang selanjutnya dipelihara.

2.3.11    Penyiangan
Penyiangan dilakukan secara manual dua minggu sekali atau sesuai pertumbuhan gulma.

2.3.12    Pengendalian hama dan penyakit tanaman (HPT)
1.    Lalat buah (Brachtocera atau Dacus sp).
a. Gejala
Buah busuk karena terserang jamur yang disebabkan lalat buah dan bila buah dibelah akan kelihatan larva berwarna putih.
b. Pengendalian
Kumpulkan dan bakar buah terserang, gunakan perangkap lalat buah jantan (dapat dicampur insektisida).

2.    Kutu daun
a.    Gejala
Kutu daun menyerang tunasmuda cabai secara bergerombol.Daun yang terserang akan mengerut dan melingkar.Cairanmanis yang dikeluarkan kutu, membuat semut dan embun jelaga berdatangan. Embun jelaga yang hitam ini sering menjadi tanda tak langsung serangan kutu daun.

b.    Pengendalian
Dengan memberikan Furadan 3G sebanyak 60-90 kg/ha atau sekitar 2 sendok makan/10 m2 area. Apabila tanaman sudah tumbuh semprotkan Curacron 500 EC, Nudrin 215 WSC, atau Tokuthion 500 EC. Dosisnya 2 ml/liter air.

3.    Hama trips (Thrips tabaci)
a.    Gejala
Bercak-bercak putih di daun karena hama ini mengisap cairan daun tersebut. Bercak tersebut berubah menjadi kecokelatan dan mematikan daun. Serangan berat ditandai dengan keritingnya daun dan tunas. Daun menggulung dan sering timbul benjolan seperti tumor.


b.    Pengendalian
Pemberian Furadan 3 G pada waktu tanam seperti pada pencegahan kutu daun mampu mencegah serangan hama trip juga. Akan tetapi, untuk tanaman yang sudah cukup besar, dapat disemprot dengan Nogos 50 EC, Azodrin 15 WSC, Nuracron 20 WSC, dosisnya 2-3 cc/1.

4.    Penyakit antraks atau patek
a.    Gejala
Bercak-bercak pada buah, buah kehitaman dan membusuk, kemudian rontok.
b.    Pengendalian
Dengan penyemprotan fungisidaDithane M 45, Antracol, Cupravit,Difolatan. Konsentrasi yangdigunakan cukup 0,2-0,3%.
5.    Keriting daun
a.    Gejala
-    Bercak daun ialah bercak-bercak kecil yang akan melebar
-    Pinggir bercak berwamalebih tua dari bagiantengahnya. Pusat bercak ini sering   robek atauberlubang.
-    Daun berubahkekuningan lalu gugur.
-    Serangan keriting daun sesuai namanya ditandai oleh keriting dan mengerutnya daun, tetapi keadaan tanaman tetap sehat dan segar.

b.    Pengendalian
Bila tanaman diserang penyakit keriting daun maka tanaman dicabut dan dibakar.

2.3.13    Panen dan Pasca Panen
Panen pertama cabai dataran rendah sudah dapat dilakukan pada umur 70-75 hari.
Pemanenan cabe dengan cara memetik buah beserta tangkai buahnya dan sebaiknya dilakukan pada saat cuaca cerah. Pemanenan pada saat hujan akan menyebabkan kadar air cabe menjadi lebih tinggi sehingga cabe akan lebih cepat busuk.Setelah panen pertama, setiap 3-4 hari sekali dilanjutkan dengan panen rutin.Buah rusak yang disebabkan oleh lalat buah atau antraknose segera dimusnahkan. Buah yang akan dijual segar dipanen matang. Buah yang dikirim untuk jarak jauh dipanen waktu buah matang hijau. Buah yang akan dikeringkan dipanen setelah matang penuh.Sortasi dilakukan untuk memisahkan buah cabai merah yang sehat, bentuk normal dan baik. Kemasan diberi lubang angin yang cukup. Tempat penyimpanan harus kering, sejuk dan cukup sirkulasi udara.


2.3.14    Target produksi
Dalam setiap satu kali proses budidaya selama ± 3,5 bulan diperkirakan panen dapat mencapai 3168 kg.
2.4Analisis SWOT Produksi
2.4.1 S (Strength) = Kekuatan
  • Produk yang dihasilkan memiliki kualitas yang tidak kalah dengan yang lain. 
  • Proses produksi dikerjakan oleh orang orang yang berkompeten.
  • Strategi pemasaran yang dilakukan dengan sebaik baiknya.
  • Pelayanan prima yang maksimal pada pelanggan.
2.4.2 W (Weakness) = Kelemahan
Di samping memiliki banyak kelebihan “Budidaya Cabai Segar” juga memiliki kelemahan, diantaranya :
  •  Lamanya produksi , karena memerlukan waktu ± 3,5 bulan
  •  Karena merupakan produk yang dijual segar, sehingga tidak tahah lama.
2.4.3 O (Opportunity) = Peluang
  • Memiliki banyak relasi bisnis
  • Harga produk lebih terjangkau dari produk lain.
  • Hasil produk memenuhi kualitas yang diinginkan.
  • Hasil produk memenuhi taget produksi.
  • Produk diterima konsumen.
2.4.4 T (Threat) = Ancaman
  • Keadaan musim yang tidak menentu.
  • Hasilnya produksi tidak memenuhi target produksi.
  • Produk tak memenuhi kualitas yang diinginkan.
  • Adanya kemungkinan biaya produksi akan lebih mahal dari yang diperkirakan.
  • Konsumen lebih memilih produk yang sudah ada dipasaran.

Thursday 7 April 2016

CIRI - CIRI TANAH


Ciri-ciri tanah :

1. Tanah Vulkanis
Image result for tanah vulkanis
Tanah vulkanis memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
•    Tanahnya subur.
•    Mengandung unsur hara yang tinggi.
•    Merupakan hasil pelapukan materi letusan gunung berapi.
•    Mudah menyerap air dan berwarna lebih gelap.
•    Terdapat di sekitar wilayah gunung berapi.


2. Tanah Humus
Image result for tanah humus
Tanah humus memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
•   Tanahnya gembur.
•   Warnanya kehitaman.
•   Merupakan hasil pelapukan fosil tumbuhan dan hewan yang membusuk.
•   Baik untuk lahan pertanian karena daya serap airnya yang tinggi.
3. Tanah Lempung atau Tanah Liat :
Image result for tanah lempung
Tanah lempung memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
•   Tanahnya sulit menyerap air sehingga tidak cocok untuk dijadikan lahan pertanian.
•   Tekstur tanahnya cenderung lengket bila dalam keadaan basah dan kuat menyatu antara butiran tanah yang satu dengan lainnya.
•   Dalam keadaan kering, butiran tanahnya terpecah-pecah secara halus.
•  Merupakan bahan baku pembuatan tembikar dan kerajinan tangan lainnya yang dalam pembuatannya harus dibakar dengan suhu di atas 10000C.

4. Tanah Kapur
Image result for tanah kapur
Tanah kapur memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
•    Tanahnya tidak subur dan sangat tidak cocok untuk lahan pertanian.
•    Merupakan hasil pelapukan batuan kapur.
•    Dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan dan kerajinan keramik.
•   Dalam pertanian, tanah kapur yang sifat basanya tinggi dapat dimanfaatkan untuk menetralkan kadar keasaman tanah.